Selasa, 11 November 2008

Sebuah Pengantar Akidah Islam 3

3. Kehujjahan akal dan wahyu.
Kita meyakini bahwa untuk memahami dan mengamalkan akidah dan hukum agama diambil dari akal dan wahyu. Perbedaan antara akal dan dengan wahyu berkisar pada bahwa wahyu berlaku menyeluruh dalam seluruh sisi kehidupan sedangkan akal terbatas. Yang dimaksud dengan wahyu adalah kitab samawi yaitu Al Qur'an dan hadits-hadits yang sanadnya sampai kepada Rasulallah Saw. Sedangkan hadits para imam dari ahlul bait Nabi adalah semua yang berakhir pada Rasulallah Saw dan berasal darinya. Maka semua yang berasal dari para Imam yang disandarkan kepada Nabi Muhammad disebut dengan sunnah. Dan sunnah para Imam merupakan hujjah ilahi. [4]
Wahyu dan akal dua alat yang saling menguatkan. Apabila kita tetapkan kehujjahan wahyu berdasaraka hukum akal yang absolute, maka wahyu menjelaskan dan mengokohkan peran kehujjahan akal sebagai sisi yang khusus. Al Qur'an dalam beberapa tempat selalu megnajak manusia untuk selalu berpikir dan merenung, taffkur dan tadabbur tentang keajaiban makhluk. Pendek kata, akal dan wahyu saling mengutakan, baik dalam perannya sebagai hujjah hukum, maupun sebagai sarana untuk mengenal dan makrifattullah dan syariat. Imam kedelapan Musa ibn Ja'far as berkata: Sesungguhnya Allah mempunyai dua hujjah kepada manusia, hujjah zahir dan hujjah batin. Hujjah zahir adalah para Rasul, Nabi dan Imam sedangkan hujjah batin adalah akal.

4. Akal dan wahyu tidak bertentangan
Wahyu adalah dalil yang absolut dan akal adalah lampu yang terang. Allah menjadikannya sebagai watak dan tabiat setiap manusia secara individu maupun komunal. Oleh karena itu tidak akan terjadi kontradiksi antara dua hujjah ilahi ini. Apabila tampak kontradiktif antara keduanya, maka manusia harus melihat secara teliti, karena kontradiksi dapat terjadi dengan dua kemungkinan yaitu: Pertama, Istimbat yang dilakukan terhadap nas yang tidak benara. Kedua, terjadi kesalahan dalam menggunakan argumentasi rasional, karena Allah tidak akan mengajak manusia kepada dua jalan yang saling berlawanan.
Sebagaimana tidak mungkin terjadi kotradiksi antara dua hal yang hakiki yaitu akal dan wahyu, demikian pula tidak akan terjadi kotradiksi antara wahyu dan ilmu secara pasti. Kalau terjadi pertentangan antara wahyu dan ilmu, maka kemungkinan itu disebabkan oleh kesalahan dalam mengistibatkan agama atau karena ilmu yang digali tidak sampai keapda tingkatan yang pasti. Namun secara umum, kontradiksi antara wahyu dan ilmu sering kali terjadi disebabkan oleh faktor kedua yaitu tidak sampai kepada kebenaran ilmu secara pasti.

5. Hakikat alam tidak dapat tunduk oleh pemikiran manusia.
Al umur al takwiniyah, alam realitas itu mandiri dari interpretasi [5] pemikiran dan gambaran oleh pikir manusia. Karena hakikat adalah essensi yang memiliki sifat keabadian dan kekal. Artinya manusia apabila menggunakan salah satu dari panca indranya untuk mengetahui realitas atau kenyataan yang terjadi, maka ia akan memahami hakikat, bahwa apa yang terungkap merupakan kebenaran yang pasti, kontinyu dan selamanya.
Dan apabila sesuatu itu terungkap, sebagiannya diketahui dan sinkron dengan hakikat dan sebagian lagi tidak sejalan dengan hakikat, maka yang sejalan dengan hakikat adalah yang sampai kepada hakikat yang abadi, karena hakikat yang benar itu tidak dapat berubah dengan perubahan faktor-faktor eksternal. Misalnya 2 X 2 = 4 adalah kebenaran dan hakikat mutlak, apabila 2 X 2 hasilnya bukan empat, maka yang kedua ini tidak memcapai kebenaran mutlak.


[4] . Hadits menurut Sunni adalah perkataan, perbuatan dan takrir atau ketetapan Nabi Muhammad Saw sedangkan sunnah menurut Syi'ah adalah perkataan perbuatan dan takrir para maksumin. Dan yang dimaksud maksumin dalam makna ini adalah Rasulallah, Ali, Fatimah, Hasan Husein, Ali Zainal Abidin bin Husein, Muhammad bin Ali, Ja'far bin Muhammad, Musa bin Ja'far, Ali bin Musa, Muhammad bin Ali, Ali bin Muhammad, al Hasan bin bin Ali dan Muhammad bin al Hasan al Qaim al Muntazar. Allah berfriman: Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan kotoran darimu, hai Ahlul Bait dan mensucikanmu dengan sesuci-sucinya [QS. al Ahzab/33:33]
[5] . alam realitas itu adalah suatu kenyataan yang mendiri dari interpretasi manusia. Oleh karena itu hakikat [pahaman hakikat] adalah suatu essensi yang memiliki sifat abadi dan kekal. Dalam arti bahwa manusia manakala dengan panca indranya dapat mencapai suatu pengetahuan terhadap kenyataan yang senyatanya. Seperti suatu essensi [hakikat] suatu keberadaan, maka sesuatu yang dicapainya itu merupakan suatu hakikat yang tetap, abadi dan langgeng.

Hadits Minggu Ini

Segala sesuatu didunia ini ada takarannya, kecuali air mata, karena setetes darinya dapat memadamkan lautan api